Este es una web oficial del Gobierno de la República Dominicana Así es como puedes saberlo

Foro

Mawar di Ujung Senj…
 
Avisos
Vaciar todo

Mawar di Ujung Senja


(@rendangsapi1212)
Eminent Member
Registrado: hace 1 semana
Respuestas: 14
Topic starter  

Sore itu langit berwarna jingga, perlahan berubah menjadi keemasan. Angin berhembus lembut, membawa harum tanah basah dan wangi bunga-bunga yang mulai tertutup embun. Di tengah taman kecil di belakang rumah tua, seorang pria tua duduk diam di bangku kayu, menghadap setangkai mawar merah yang baru mekar pagi tadi.

Namanya Pak Raka. Usianya sudah lebih dari tujuh puluh, tapi setiap sore, ia selalu datang ke taman itu. Tidak untuk berjalan-jalan, bukan pula untuk membaca, tapi hanya duduk diam di hadapan satu bunga mawar yang ia tanam sendiri—bertahun-tahun lalu, di hari pemakaman istrinya.

«Ia menyukai sore,» gumam Pak Raka pelan, seolah berbicara pada mawar itu. «Dan ia mencintai mawar merah.»

Dulu, setiap sore, istrinya, Bu Ayu, akan mengajak Pak Raka duduk di taman, menyeruput teh hangat sambil membicarakan hari-hari kecil mereka. Sekarang, tak ada teh, tak ada suara. Hanya mawar merah itu, yang mekar sekali setahun—tepat di hari wafatnya sang istri.

Pak Raka tersenyum kecil, matanya menatap mawar itu seakan melihat kenangan.
«Lucu ya, Yu. Mawar ini seperti tahu kapan harus mekar. Seperti tahu kau sedang ditunggu.»

Angin sore bertiup pelan. Kelopak mawar bergoyang lembut, seperti membalas bisikan hati Pak Raka. Cahaya senja menyinari kelopaknya, membuatnya tampak seolah bersinar sendiri di tengah kebun yang mulai gelap.

Pak Raka berdiri perlahan, lututnya sedikit gemetar, namun senyumnya tetap hangat.

«Besok aku kembali lagi, ya. Seperti biasa.»

Ia melangkah pelan ke dalam rumah, meninggalkan taman yang mulai diselimuti malam. Di belakangnya, mawar merah itu berdiri anggun di ujung senja, menjadi saksi bisu cinta yang tak pernah layu, bahkan oleh waktu.


   
Citar
Compartir:

Scroll al inicio